Jerami padi atau limbah pertanian lain yang lunak, memang mudah sekali
dikomposkan. Hanya dengan ditumpuk begitu saja, selang tiga bulan kemudian
bahan tersebut sudah akan menjadi kompos. Namun kompos demikian akan cepat
sekali memadat dan lengket. Kalau kompos ini digunakan untuk memupuk lahan
sawah atau ladang, maka pemadatan dan pelengketan tidak akan menjadi masalah.
Sawah-sawah yang subur, lumpurnya memang terdiri dari bahan organik yang sudah
hancur dan menjadi lengket. Lain halnya kalau kompos tersebut akan dijadikan
media tanam pot. Media tanam pot memerlukan tingkat porousitas yang tinggi.
Lebih-lebih kalau yang akan ditanam jenis tanaman hias seperti paku-pakuan.
Itulah sebabnya suplir dan paku-pakuan hanya akan bisa tumbuh baik kalau
ditanam dengan media tanam humus bambu. Sebab meskipun sudah hancur, humus
bambu tetap bersifat netral (pH 6,5 - 7). Hancurnya humus bambu juga tetap
membentuk massa yang porous, tidak memadat dan tidak lengket. Hingga air yang
disiramkan ke dalam media tersebut akan terus larut ke bagian bawah. Yang
disebut humus bambu adalah, serasah sisa-sisa daun, seludang dan ranting bambu
yang berserakan di bawah rumpun tanaman tersebut. Humus bambu merupakan media
yang sangat spesifik untuk menanam suplir serta paku-pakuan lain dalam pot.
Sampai dengan saat ini, belum ada media lain yang lebih tepat untuk menanam
keluarga pakis-pakisan selain humus bambu.
Komposisi untuk media tanam pot, haruslah tepat. Kalau kita hanya
menggunakan bahan organik yang lunak, misalnya jerami, maka dalam jangka waktu
kurang dari satu tahun, media tersebut sudah akan mampat. Kalau yang ditaruh
dalam pot merupakan tanaman semusim, tidak menjadi masalah. Sebab ketika media
telah mampat, akan dilakukan penggantian tanaman. Demikian pula halnya apabila
tanaman yang dipotkan itu memerlukan repoting (penggantian pot) setahun sekali.
Bersamaan dengan penggan tiap pot, dilakukan pula penggantian media tanam.
Kalau yang ditanam adalah palem yang belum tentu dua tahun sekali dilakukan
repoting, maka sebaiknya komposisi media pot benar-benar diperhitungkan.
Pertama-tama media tersebut memerlukan bahan kompos yang mudah sekali
hancur seperti jerami. Kedua, media tersebut juga memerlukan bahan pengikat air
yakni gabus seperti kulit batang kayu lunak, coco dush dan tanah liat. Namun
media tersebut juga memerlukan bahan organik yang tidak mudah hancur. Misalnya
serbuk gergaji (atau tahi serutan) dari kayu-kayu keras. Di Australia misalnya,
serbuk gergaji yang digunakan berasal dari kayu oak dan eucaliptus yang sangat
keras. Di sini, bisa digunakan serbuk gergaji kayu jati, kamper, rasamala dll.
Dan terakhir, kompos ini memerlukan pasir halus agar kondisinya tetap porous.
Perbandingan dari masing-masing media ini sangat tergantung dari jenis
tanamannya.
Kalau yang ditanam jenis tanaman yang memerlukan banyak air, maka
komponen tanah liat dan serbuk gabusnya diperbesar. Kalau tanaman tersebut
memerlukan tingkat porousitas yang tinggi (tidak suka air) maka komposisi pasir
dan serbuk kayu kerasnya yang diperbanyak. Yang memerlukan banyak air adalah
tanaman dengan daun lebar dan lunak. Misalnya jenis-jenis impatiens, begonia
dll. Sementara yang tidak suka air banyak adalah jenis paku-pakuan dan terutama
kaktus serta sukulen. Media untuk kaktus dan sukulen, malahan cukup hanya
berupa pasir halus 75% dan humus (kompos halus) 25%. Kaktus dan sukulen sangat
tidak suka air hingga penyiramannya pun hanya dilakukan cukup seminggu sekali.
Pot kaktus dan sukulen juga harus ditempatkan dalam green house, agar terhindar
dari guyuran hujan.
Para penangkar tanaman hias di Selecta (Jatim), Bandungan (Jateng),
Lembang dan Cibodas (Jabar), menggunakan kompos yang terdiri dari tanah biasa
dicampur dengan sekam bekas litter ayam broiller. Perbandingannya, 1/3 tanah
dicampur dengan 2/3 sekam. Dengan media seperti ini, porousitas media bisa
tetap terjaga. Sebab sekam baru akan hancur setelah sekitar dua tahun tercampur
tahah. Benih tanaman hias tersebut dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun pasti
sudah terpasarkan. Selain karena faktor porousitas, penggunaan media sekam juga
dimaksudkan agar tanaman yang disemai dalam keranjang bambu, polybag atau
kebanyakan dalam kantong plastik bening itu, menjadi ringan apabila diangkut
jarak jauh.
Untuk tujuan mengurangi bobot inilah para penangkar benih buah-buahan
tanaman keras di Thailand menggunakan media moss atau gabus sabut kelapa (coco dush). Yang dimaksud dengan moss adalah akar kadaca (pakis
sarang burung). Penggunaan media moss dan coco dush ini dilakukan, sejak
pencabutan semai dari lahan untuk dipindahkan ke polybag. Dengan media moss dan
coco dush, maka bobot benih tanaman itu bisa dikurangi sekitar 2/3nya. Hingga
apabila dengan menggunakan media tanah bobot benih yang dimuat dalam satu pick
up 2 ton misalnya, maka dengan media moss dan coco dush bobotnya akan susut
menjadi 0,66 ton. Sementara volumenya tetap sama. Pengangkutan benih demikian,
biasanya dengan ditumpuk (ditata) tidur saling silang. Hingga daya muat
kendaraan bisa cukup besar.
Pembuatan kompos secara massal, dilakukan dengan pencampuran berbagai
bahan dalam ruang berpeneduh. Biasanya kotoran ternak ruminansia (sapi/domba),
babi dan unggas dicampur dengan serbuk gergaji. Pencampuran dilakukan dengan
alat-alat berat dalam bangsal yang luasnya bisa sebesar lapangan sepakbola.
Bersamaan dengan pangadukan, ditambahkan pula air, starter berupa bakteri dan
juga oksigen. Dengan cara ini, proses pengomposan bisa dipersingkat hanya dalam
beberapa hari dari yang seharusnya selama sekitar tiga bulan. Untuk penggunaan
di lahan biasa, kompos yang sudah jadi ini bisa ditaburkan secara langsung.
Namun untuk penggunaan sebagai media pot/polybag, kompos ini masih harus
dicampur dengan berbagai bahan.
Nursery-nursery besar, biasanya menyiapkan bahan-bahan untuk media tanam
berupa kompos, pupuk guano (kotoran kelelawar), pasir halus, serbuk gergaji
kayu keras, sekam, gabus (dari kulit kayu maupun coco dush), kapur dan tanah
liat. Bahan-bahan tadi akan dicampur sesuai dengan kebutuhan tanaman. Tanaman
hias seperti aglaonema, anthurium dan begonia misalnya, menghendaki komposisi
media yang lebih banyak bahan organiknya. Hingga untuk tanaman hias ini bagian
komposnya paling banyak. Misalnya mencapai 60%. Yang 40% terdiri dari gabus,
serbuk gergaji kayu keras/sekam, tanah liat dan pasir. Sebab tanaman hias
demikian menghendaki media yang tetap porous dan mengandung banyak air.
Beda dengan tanaman kaktus dan sukulen. Termasuk jenis tanaman ini
adalah adenium dan euphorbia yang akhir-akhir ini sedang digemari masyarakat.
Tanaman hias ini justru lebih banyak memerlukan pasir sebagai media tanamnya.
Hingga komposisinya dibalik: pasir 60% dan yang 40% kompos serta serbuk gergaji
kayu keras/sekam. Tanah liat dan gabus tidak diperlukan. Sebab fungsi kedua media
ini adalah mengikat air. Padahal kaktus dan sukulen justru tidak menghendaki
air. Tanaman hias seperti paku-pakuan, menghendaki media yang porous, tetap
basah tetapi tidak mengandung banyak air. Kalau tidak ada humus bambu,
komposisi media untuk paku-pakuan terdiri dari 60% serbuk gergaji kayu
keras/sekam dan 40% kompos.
Jerami, baik jerami padi maupun gandum, hasil komposnya akan homogen
lunak dan mudah sekali mampat/padat. Batang jagung dan sorgum relatif
heterogen, yakni terdiri dari serat dan gabus di bagian dalamnya serta kulit
batang yang keras di bagian luarnya. Namun batang jagung maupun sorgum tetap
tidak bisa bertahan terlalu lama sebagai media tanam pot. Yang paling ideal
sebagai bahan kompos adalah ranting dan daun kayu-kayu keras. Di Jakarta, hasil
tebangan/potongan kayu angsana hanya dibuang percuma di TPA (Tempat Pembuangan
Akhir) sampah DKI. Padahal, limbah ini bisa dicacah dengan chooper dan
dikomposkan. Kompos dari ranting berikut daun angsana ini cukup baik, karena
daunnya akan cepat hancur, sementara rantingnya yang berkayu akan bisa bertahan
cukup lama.
Kulit dan tongkol jagung juga merupakan bahan kompos yang cukup baik.
Kulit jagungnya banyak mengandung selulosa yang kuat, sementara tongkolnya
banyak mengandung kayu keras yang akan memerlukan waktu lama untuk hancur.
Kalau kulit dan tongkol ini dikombinasikan dengan batang dan daun jagungnya,
akan menjadi bahan kompos yang sangat ideal. Demikian pula halnya dengan batang
dan kulit kacang tanah. Di negeri kita batang dan daun kacang tanah adalah
hijauan pakan ternak yang sangat bermutu. Sementara kulitnya lebih banyak
dibuang atau dibakar sia-sia. Padahal, kulit kacang merupakan bahan kompos yang
cukup baik, yakni untuk substitusi bahan gabus dan bagian kerasnya.
Kombinasi yang juga ideal adalah
sekam dan jerami padi. Jerami padi akan cepat sekali memadat. Sementara
sekamnya memerlukan jangka waktu lama untuk hancur. Kalau dua bahan ini
dicampur, maka akan menjadi media tanam pot yang sangat ideal. Kelebihan media
tanam yang hanya terdiri dari bahan organik adalah porous dan bobotnya ringan.
Kalau pot atau polybag tersebut akan diangkat-angkat dan dibawa jarak jauh,
maka idealnya media tanamnya tanpa diberi pasir serta tanah liat agar tetap
ringan. Kalau pot itu akan ditaruh permanen di satu tempat, maka penambahan
pasir dan tanah liat menjadi tidak bermasalah.
No comments:
Post a Comment