Tiga cara untuk merealisasikan kebijakan pemerintah untuk melindungi produsen
dan konsumen, meliputi ;
1. Ulur Tangan
Elastisitas
Penawaran dan Permintaan, permintaan dan penawaran selain ditentukan oleh
produsen dan konsumen juga dipengaruhi oleh campur tangan pemerintah.
Pemerintah memiliki beberapa metode dalam mengatur perekonomian juga penawaran
dan permintaan. Dua diantaranya adalah price ceilings dan price
floors. Perubahan harga barang dan pasar yang dipengaruhi oleh pemerintah
ini juga dapat disebut dengan elastisitas permintaan.
Namun
sebenarnya mengapa pemerintah perlu ikut campur dalam mengatur pasar, terutama
penawaran dan permintaan? Permintaan dan penawaran yang tidak diatur oleh
pemerintah memberikan kebebasan kepada pasar untuk menentukan harga dan
permainan perdagangan, namun apabila tidak ada intervensi dari pemerintah,
perdagangan dapat berubah menjadi lebih bebas dan tidak terkontrol. Apabila
keadaan tidak terkontrol ini kemudian menjadi lebih kacau, maka keadaan ekonomi
negara akan memburuk. Oleh karena itu tidak perlu menjadi pertanyaan mengapa
pemerintah melakukan intervensi dalam kegiatan ekonomi.
Intervensi
pemerintah dalam kegiatan intervensi umumnya juga bukan merupakan intervensi
sepenuhnya dan otoritatif seperti dalam sistem ekonomi sosialis (Mankiw dan
Lieberman merupakan ekonom Liberalis). Disini, pemerintah hanya melakukan
intervensi dalam menentukan batas atas dan batas bawah harga suatu barang atau price
ceilings dan price floors.
Apabila harga
keseimbangan yang ditentukan oleh pemerintah terhadap suatu barang lebih rendah
daripada batas maksimum yang akan ditetapkan, maka batas harga maksimal
terhadap barang tersbut tidak akan mengikat. Namun, apabila harga maksimum yang
ditetapkan oleh pemerintah lebih rendah daripada harga ekuilibrium pasar, maka
akan terjadi kekurangan atau shortage atas barang tersebut di pasar.
Mankiw mengungkapkan bahwa apabila pemerintah menentukan batas maksimal harga
suatu barang dalam pasar persaingan sempurna, hal itu akan mengakibatkan
kelangkaan terjadi dalam permintaan barang tersebut. Hal ini mengakibatkan
produsen/penjual harus membagi barang yang menjadi langka tersebut kepada
pembeli.
Price
Ceilings maupun Price Floors yang dikeluarkan pemerintah mengenai
seuatu barang sebenarnya merupakan dua kebijakan yang sangat membantu pasar
untuk tidak mendapatkan gangguan kerena shortage maupun surplus
terhadap beberapa barang tertentu dipasaran. Hal ini dapat dilihat dari apabila
harga maksimum yang ditentukan pemerintah menyebabkan barang tersebut menjadi
langka karena diserbu oleh banyak pembeli, harga minimum lah yang kemudian
menyeimbangkannya. Kebijakan pemerintah terhadap harga maksimum dan minimum ini
sebenarnya membantu melindungi pihak produsen dan pedagang dari
kerugian-kerugian yang mungkin timbul.
Selain harga
maksimum dan minimum, intervensi pemerintah terhadap pasar, keseimbangan, serta
penawaran dan permintaan juga dapat dilihat melalui pemberlakuannya pajak.
Intervensi pemerintah terkait pajak ini sebenarnya lebih kepada upaya
pemerintah untuk menyediakan dan memperbaiki infrastruktur dan kebutuhan publik
serta kebutuhan untuk pertahanan negara. Ahli Ekonomi umumnya menamakan pajak
ini dengan sebutan tax incidence atau yang dikenal dengan pajak yang
berlaku dalam setiap kegiatan perdagangan di pasar.
Contoh nyata
dari penerapan tax incidence ini adalah penerapan PPN, yang ada di setiap
kegiatan jual-beli. Penjual akan membayar PPN kepada negara dan pembeli pun
dikenai pajak PPN guna menyumbang kepada negara. Berkaitan dengan konsep
elastisitas, terhadap perubahan barang yang elastis maupun inelastis sebenarnya
konsep pajak yang ditentukan oleh pemerintah ini mempunyai pengaruh yang cukup
besar. Hal ini dapat dilihat dari jenis barang yang elastis maupun inelastis
yang diperdagangkan. Saat barang yang diperjualbelikan yang dikenai pajak
tersebut adalah barang elastis,penjual akan mendapatkan beban pajak yang kecil
sementara pembeli akan mendapatkan beban pajak yang lebih besar. Sementara pada
barang-barang inelastis, pembeli akan terkena pajak yang lebih besar daripada
penjual dikarenakan permintaan yang inelastis dan membuat penawaran akan
semakin meningkat dan penjual akan menanggung beban pajak lebih besar.
Kesimpulan yang
dapat kita ambil dari review mengenai pengaruh pemerintah dalam penawaran,
permintaan, dan pasar oleh Mankiw dan Lieberman ini adalah, pemerintah
memberlakukan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan, diantaranya
adalah kebijakan pemerintah terhadap harga maksimum (price ceilings)
dan harga minimum (price floors) serta pajak negara bagi setiap
kegiatan perdagangan. Kebijakan pemerintah ini sebenarnya mempunyai banyak
dampak postif terhadap kegiatan kenegaraan, dimana kebijakan-kebijakan ini
membantu negara dalam melindungi kerugian produsen-produsen, juga membantu
memberikan dana bagi kegiatan kepemerintahan dan pertahanan negara serta
bermanfaat pula bagi pembangunan/perbaikan infrastruktur publik.
2. Campur
Tangan
Menurut Islam negara memiliki hak untuk ikut campur
(intervensi) dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu-individu, baik
untuk mengawasi kegiatan ini maupun untuk mengatur atau melaksanakan beberapa macam
kegiatan ekonomi yang tidak mampu dilaksanakan oleh individu-individu.
Keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi pada permulaan Islam sangat kurang,
karena masih sederhananya kegiatan ekonomi yang ketika itu, selain itu
disebabkan pula oleh daya kontrol spiritual dan kemantapan jiwa kaum muslimin
pada masa-masa permulaan yang membuat mereka mematuhi secara langsung
perintah-perintah syariat dan sangat berhati-hati menjaga keselamatan mereka
dari penipuan dan kesalahan. Semua ini mengurangi kesempatan negara untuk ikut
campur (intervensi) dalam kegiatan ekonomi.[27]
Seiring dengan kemajuan zaman, kegiatan ekonomi pun
mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Namun perkembangan yang ada
cenderung menampakkan komleksitas dan penyimpangan-penyimpangan etika dalam
kegiatan ekonomi. Atas dasar itulah, maka Ibnu Taimiyah, memandang perlu
keterlibatan (intervensi) negara dalam aktifitas ekonomi dalam rangka
melindungi hak-hka rakyat/masyarakat luas dari ancaman kezaliman para
pelaku bisnis yang ada, dan untuk kepentingn manfaat yang lebih besar.
Negara memiliki kekuasaan untuk mengontrol harga dan
menetapkan besarnya upah pekerja, demi kepentingan publik. Ibnu Taimiyah tidak
menyukai pengawasan harga dilakukan dalam keadaan normal. Sebab pada prinsipnya
penduduk bebas menjual barang-barang mereka pada tingkat harga yang mereka
sukai. Melakukan penekanan atas masalah ini akan melahirkan ketidakadilan dan
menimbulkan dampak negatif, di antaranya para pedagang akan menahan diri dari
penjual barang pun atau menarik diri dari pasar yang ditekan untuk menjual
dengan harga terendah, selanjutnya kualitas produk akan merosot yang akan
berakibat munculnya pasar gelap.
Penetapan harga yang tidak adil akan mengakibatkan timbulnya
kondisi yang bertentangan dengan yang diharapkan, membuat situasi pasar
memburuk yang akan merugikan konsumen. Tetapi harga pasar yang terlalu tinggi
karena unsur kezaliman, akan berakibat ketidaksempurnaan dalam mekanisme pasar.
Usaha memproteksi konsumen tak mungkin dilakukan tanpa melalui penetapan harga,
dan negaralah yang berkompeten untuk melakukannya. Namun, penetapan harga tak
boleh dilakukan sewenang-wenang, harus ditetapkan melalui musyawarah. Harga
ditetapkan dengan pertimbangan akan lebih bisa diterima oleh semua pihak dan
akibat buruk dari penetapan harga itu harus dihindari.
3. Secara Paksa
UU No. 5 Tahun 1999 tentang
larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat mengatur kegiatan
bisnis yang baik dalam arti tidak merugikan pelaku usaha lain. Monopoli tidak
dilarang dalam ekonomi pasar, sejauh dapat mematuhi “rambu-rambu” atau aturan
hukum persaingan yang sehat. Globalisasi ekonomi menyebabkan setiap negara di
dunia harus “rela” membuka pasar domestik dari masuknya produk barang/jasa
negara asing dalam perdagangan dan pasar bebas. Keadaan ini dapat mengancam
ekonomi nasional dan pelanggaran usaha, apabila para pelaku usaha melakukan
perbuatan tidak terpuji.
Pengaturan hukum persaingan usaha
atau bisnis melalui UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (LN 1999 No. 33, TLN No. 3817) diberlakukan secara
efektif pada tanggal 5 Maret 2000 merubah kegiatan bisnis dari praktik monopoli
yang terselubung, diam-diam dan terbuka masa orde baru menuju praktik bisnis
yang sehat. Pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1999 selama ini perlu dilakukan kaji
ulang, guna mengetahui implikasi penerapan kompetisi yang “sehat” dan wajar di
antara pengusaha atau pelaku usaha dalam sistem ekonomi (economic system)
terhadap demokrasi ekonomi yang diamanatkan Pasal 33 UUD 1945.
No comments:
Post a Comment