Selamat Datang Para Pembaca, mari berbagi Ilmu

Thursday 23 May 2013

KEBIJAKAN DAN PEMBANGUNAN PERTANIAN



Tiga cara untuk merealisasikan kebijakan pemerintah untuk melindungi produsen dan konsumen, meliputi ;
1.      Ulur Tangan
Elastisitas Penawaran dan Permintaan, permintaan dan penawaran selain ditentukan oleh produsen dan konsumen juga dipengaruhi oleh  campur tangan pemerintah. Pemerintah memiliki beberapa metode dalam mengatur perekonomian juga penawaran dan permintaan. Dua diantaranya adalah price ceilings dan price floors. Perubahan harga barang dan pasar yang dipengaruhi oleh pemerintah ini juga dapat disebut dengan elastisitas permintaan.
Namun sebenarnya mengapa pemerintah perlu ikut campur dalam mengatur pasar, terutama penawaran dan permintaan? Permintaan dan penawaran yang tidak diatur oleh pemerintah memberikan kebebasan kepada pasar untuk menentukan harga dan permainan perdagangan, namun apabila tidak ada intervensi dari pemerintah, perdagangan dapat berubah menjadi lebih bebas dan tidak terkontrol. Apabila keadaan tidak terkontrol ini kemudian menjadi lebih kacau, maka keadaan ekonomi negara akan memburuk. Oleh karena itu tidak perlu menjadi pertanyaan mengapa pemerintah melakukan intervensi dalam kegiatan ekonomi.
Intervensi pemerintah dalam kegiatan intervensi umumnya juga bukan merupakan intervensi sepenuhnya dan otoritatif seperti dalam sistem ekonomi sosialis (Mankiw dan Lieberman merupakan ekonom Liberalis). Disini, pemerintah hanya melakukan intervensi dalam menentukan batas atas dan batas bawah harga suatu barang atau price ceilings dan price floors.
Apabila harga keseimbangan yang ditentukan oleh pemerintah terhadap suatu barang lebih rendah daripada batas maksimum yang akan ditetapkan, maka batas harga maksimal terhadap barang tersbut tidak akan mengikat. Namun, apabila harga maksimum yang ditetapkan oleh pemerintah lebih rendah daripada harga ekuilibrium pasar, maka akan terjadi kekurangan atau shortage atas barang tersebut di pasar. Mankiw mengungkapkan bahwa apabila pemerintah menentukan batas maksimal harga suatu barang dalam pasar persaingan sempurna, hal itu akan mengakibatkan kelangkaan terjadi dalam permintaan barang tersebut. Hal ini mengakibatkan produsen/penjual harus membagi barang yang menjadi langka tersebut kepada pembeli.
Price Ceilings maupun Price Floors yang dikeluarkan pemerintah mengenai seuatu barang sebenarnya merupakan dua kebijakan yang sangat membantu pasar untuk tidak mendapatkan gangguan kerena shortage maupun surplus terhadap beberapa barang tertentu dipasaran. Hal ini dapat dilihat dari apabila harga maksimum yang ditentukan pemerintah menyebabkan barang tersebut menjadi langka karena diserbu oleh banyak pembeli, harga minimum lah yang kemudian menyeimbangkannya. Kebijakan pemerintah terhadap harga maksimum dan minimum ini sebenarnya membantu melindungi pihak produsen dan pedagang dari kerugian-kerugian yang mungkin  timbul.
Selain harga maksimum dan minimum, intervensi pemerintah terhadap pasar, keseimbangan, serta penawaran dan permintaan juga dapat dilihat melalui pemberlakuannya pajak. Intervensi pemerintah terkait pajak ini sebenarnya lebih kepada upaya pemerintah untuk menyediakan dan memperbaiki infrastruktur dan kebutuhan publik serta kebutuhan untuk pertahanan negara. Ahli Ekonomi umumnya menamakan pajak ini dengan sebutan tax incidence atau yang dikenal dengan pajak yang berlaku dalam setiap kegiatan perdagangan di pasar.
Contoh nyata dari penerapan tax incidence ini adalah penerapan PPN, yang ada di setiap kegiatan jual-beli. Penjual akan membayar PPN kepada negara dan pembeli pun dikenai pajak PPN guna menyumbang kepada negara. Berkaitan dengan konsep elastisitas, terhadap perubahan barang yang elastis maupun inelastis sebenarnya konsep pajak yang ditentukan oleh pemerintah ini mempunyai pengaruh yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari jenis barang yang elastis maupun inelastis yang diperdagangkan. Saat barang yang diperjualbelikan yang dikenai pajak tersebut adalah barang elastis,penjual akan mendapatkan beban pajak yang kecil sementara pembeli akan mendapatkan beban pajak yang lebih besar. Sementara pada barang-barang inelastis, pembeli akan terkena pajak yang lebih besar daripada penjual dikarenakan permintaan yang inelastis dan membuat penawaran akan semakin meningkat dan penjual akan menanggung beban pajak lebih besar.
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari review mengenai pengaruh pemerintah dalam penawaran, permintaan, dan pasar oleh Mankiw dan Lieberman ini adalah, pemerintah memberlakukan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan, diantaranya adalah kebijakan pemerintah terhadap harga maksimum (price ceilings) dan harga minimum (price floors) serta pajak negara bagi setiap kegiatan perdagangan. Kebijakan pemerintah ini sebenarnya mempunyai banyak dampak postif terhadap kegiatan kenegaraan, dimana kebijakan-kebijakan ini membantu negara dalam melindungi kerugian produsen-produsen, juga membantu memberikan dana bagi kegiatan kepemerintahan dan pertahanan negara serta  bermanfaat pula bagi pembangunan/perbaikan infrastruktur publik.
2. Campur Tangan
Menurut Islam negara memiliki hak untuk ikut campur (intervensi) dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu-individu, baik untuk mengawasi kegiatan ini maupun untuk mengatur atau melaksanakan beberapa macam kegiatan ekonomi yang tidak mampu dilaksanakan oleh individu-individu. Keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi pada permulaan Islam sangat kurang, karena masih sederhananya kegiatan ekonomi yang ketika itu, selain itu disebabkan pula oleh daya kontrol spiritual dan kemantapan jiwa kaum muslimin pada masa-masa permulaan yang membuat mereka mematuhi secara langsung perintah-perintah syariat dan sangat berhati-hati menjaga keselamatan mereka dari penipuan dan kesalahan. Semua ini mengurangi kesempatan negara untuk ikut campur (intervensi) dalam kegiatan ekonomi.[27]
Seiring dengan kemajuan zaman, kegiatan ekonomi pun mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Namun perkembangan yang ada cenderung menampakkan komleksitas dan penyimpangan-penyimpangan etika dalam kegiatan ekonomi. Atas dasar itulah, maka Ibnu Taimiyah, memandang perlu keterlibatan (intervensi) negara dalam aktifitas ekonomi dalam rangka melindungi  hak-hka rakyat/masyarakat luas dari ancaman kezaliman para pelaku bisnis yang ada, dan untuk kepentingn manfaat yang lebih besar.
Negara memiliki kekuasaan untuk mengontrol harga dan menetapkan besarnya upah pekerja, demi kepentingan publik. Ibnu Taimiyah tidak menyukai pengawasan harga dilakukan dalam keadaan normal. Sebab pada prinsipnya penduduk bebas menjual barang-barang mereka pada tingkat harga yang mereka sukai. Melakukan penekanan atas masalah ini akan melahirkan ketidakadilan dan menimbulkan dampak negatif, di antaranya para pedagang akan menahan diri dari penjual barang pun atau menarik diri dari pasar yang ditekan untuk menjual dengan harga terendah, selanjutnya kualitas produk akan merosot yang akan berakibat munculnya pasar gelap.
Penetapan harga yang tidak adil akan mengakibatkan timbulnya kondisi yang bertentangan dengan yang diharapkan, membuat situasi pasar memburuk yang akan merugikan konsumen. Tetapi harga pasar yang terlalu tinggi karena unsur kezaliman, akan berakibat ketidaksempurnaan dalam mekanisme pasar. Usaha memproteksi konsumen tak mungkin dilakukan tanpa melalui penetapan harga, dan negaralah yang berkompeten untuk melakukannya. Namun, penetapan harga tak boleh dilakukan sewenang-wenang, harus ditetapkan melalui musyawarah. Harga ditetapkan dengan pertimbangan akan lebih bisa diterima oleh semua pihak dan akibat buruk dari penetapan harga itu harus dihindari.
3. Secara Paksa
UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat mengatur kegiatan bisnis yang baik dalam arti tidak merugikan pelaku usaha lain. Monopoli tidak dilarang dalam ekonomi pasar, sejauh dapat mematuhi “rambu-rambu” atau aturan hukum persaingan yang sehat. Globalisasi ekonomi menyebabkan setiap negara di dunia harus “rela” membuka pasar domestik dari masuknya produk barang/jasa negara asing dalam perdagangan dan pasar bebas. Keadaan ini dapat mengancam ekonomi nasional dan pelanggaran usaha, apabila para pelaku usaha melakukan perbuatan tidak terpuji.

Pengaturan hukum persaingan usaha atau bisnis melalui UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (LN 1999 No. 33, TLN No. 3817) diberlakukan secara efektif pada tanggal 5 Maret 2000 merubah kegiatan bisnis dari praktik monopoli yang terselubung, diam-diam dan terbuka masa orde baru menuju praktik bisnis yang sehat. Pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1999 selama ini perlu dilakukan kaji ulang, guna mengetahui implikasi penerapan kompetisi yang “sehat” dan wajar di antara pengusaha atau pelaku usaha dalam sistem ekonomi (economic system) terhadap demokrasi ekonomi yang diamanatkan Pasal 33 UUD 1945.





Kedaulatan pangan sebagai konsep kebijakan produksi pertanian dan pangan serta distribusi



Kedaulatan pangan sebagai konsep kebijakan produksi pertanian dan pangan serta distribusi
I.       Kedaulatan pangan sebagai sebuah konsep kebijakan dalam produksi pertanian dan pangan.
Kebijakan pertanian dan pangan harus harus bertujuan untuk mewujudkan produksi pangan yang dapat mencukupi kebutuhan sendiri melalui produsen pangan dalam negeri khususnya kaum tani, nelayan, komunitas asli dan lain sebagainya.
Disamping itu, menjamin stok pangan , mengamankan sumberdaya untuk produksi pangan, melakukan distribusi pangan yang adil, serta manajemen yang berbasis serta dikontrol oleh komunitas. Kedaulatan pangan dalam praktek adavokasi  kebijakan serta mendukung perjuangan demokratis massa pokok. Menyokong sepenuhnya aksi-aksi rakyat secara langsung  untuk memperoleh keadilan social, bebas dar  penindasan dan tirani serta untuk memperoleh demokrasi sejati.
Kedaulatan pangan senantias memperjuangkan baik hak perseorangan maupun hak-hak kolektif, menegakkan dan berjuang untuk mewujudkan hak asasi manusia serta serta mendukung kebebasan rakyat untuk melancarkan aksi-aksi langsung memperjuangkan hak-haknya.
Kedaulatn pangan senantiasa menggunakan pendekatan berbasis pada kekuatan rakyat dalam melakukan advokasi kebijakan, mendorong partisispasi rakyat dalam menentukan kebijakan agrarian serta kebijakan lainnya. Kedaulatan pangan member perioritas pada kebutuhan dalam negeri dan menjamin akses rakyat tanah, air, benih, pelayanan dan lain sebagainya. Kedaulatan pangan juga menjamin partisipasi kaum perempuan dan sector rentan lainnya dalam pembuatan kebijakan serta mengakui pentingnya peranan mereka dalam urusan produksi pertanian dan pangan.
II.    Komponen program dan platform kedaulatan pangan
Produksi pangan
Dalam produksi pangan, masalah-masalah dan prinsip-prinsipnya berkisar pada self-relience (kerpecayaan pada diri sendiri)  dan self-sufficiency (kesanggupan mencukupi keperluennya sendiri). Untuk mewujudkan self-sufficiency dalam produksi pngan mensyaratkan adanya demokrasi ekonomi (economic democracy), yang berarti bahwa kaum tani unutk membuat keputusan dan mencari nafkah harus berarti bahwa hak kaum tani untuk membuat keputusan dan mencari nafkah harus ditegakkan sementara dominasi elit dan koorporasi harus dilenyapkan. Harus ada perlindungan dan promosi atas hak dan kesejahteraan pekerja, ketentuan atas pekerjaan yang bermartabat, upah yang adil serta keselamtan kerja.
Distribusi pangan
Distribusi pangan harus disesuaikan dengan kehidupan ekonomi dan budaya rakyat. Distribusi pangan jugan harus mempertimbangkan masalah pendapatan. Demokrasi ekonomi dalam distribusi pangan sangat sulit diterapkan, karena itu konsultasi dan partisi pasi harus didakan sebagai sebuah kebijakan dalam distribusi pangan.
Program-program pangan harus berasis pada komunitas yang ditopang oleh program distribusi pangan nasional yang pro-aktif serta berpihak pada rakyat. Pemerintah harus menjamin kertersediaan pangan yang cukup melalui usaha yang efisien mendapatkan pangan dari dalam negeri .
Kesehatan dan gizi
      Prinsip kesehatan dan gizi yang palling utama adalah memastikan agar pangan dan makanan yang dikomsumsi rakyat aman untuk dimakan. Perhatian khusus  harus diberikan kepada sector-sektor yang rentan seperti kaum perempuan,, anak-anak dan lanjut usia. Sector ini menderitakemiskinan dan kelaparan berkali-kali lipat dibandingkan sector lainnya akibat diskriminasi jender dan masih terbatasnya hak-hak ekonomi dan polotiknya.
Program utamanya adalah ; program gizi yang pro-aktif serta berpihak kepada rakyat yang focus pada wilayah dan sector  paling miskin dalam dalam masyarakat; membuat regulasi dan promosi pangan yang betul-betul aman dan melindungi rakyat.
Bantuan pangan
      Bantuan pangan harus bersifat pro-aktif dan pro-rakyat. Ia tidak boleh disangkut-pautkan dengan agenda ekonomi maupun politik, akan tetapi benar-benar untuk membantu daerah bencana dengan mekanisme pengaturan yang pro-aktif terlebih bagi komunitas yang terserang kemiskinan atau bencana. Pangan tidak boleh digunakan sebagai alat untuk berkuasa atau intrumen untuk kepentingan perang.
      Bantuan dan kerjasama pangan internasional harus mendukung kebijakan yang mengutamakan upaya  memenuhi kebutuhan atas dasarproduksi panga sendiri dan pembangunan serta tidk dugunakan sebagai topeng untuk melakukan dumping. Bantuan tidak boleh dijadikan jalan untuk memperkuat control TNC’s terhadap pasar dalam negeri.
Advokasi kebijakan untuk Kedaulatan Rakyat atas Pangan
I.       Advokasi Kedaulatan Pangan di Tingkat Lokal, Nasional dan Internasional          Luasnya cakupan kedaulatan pangan secara tidak langsung memerlukan strategi yang memadai untuk mewujudkannya. Kedaulaan pangan membuka sebuah wacana politik untuk menekankan pentingnya prinsip menentukan nasib sendiri (self-determination) dan percaya pada kemampuan sendiri ( self-reliance) bagi komunitas local dalam menemukan solusi persoalan-persoalan local. Dengan demikian ajuan-ajuan kebijakan dalam konsep kedaulatan pangan memerlukan perubahan-perubahan yang luas dalam kebijakan pertanian dan perdagangan yang berlaku dewasa ini seperti pengurangan secara radikal atau dirubahnya secara menyeluruh kekuasaan institusi-institusi dan berbagai perjanjian internasional. Tujuan utamanya adalah menampilkan secara nyata bagaimana perhatian yang ditunjukkan oleh komunitas dalam konsep kedaulatan pangan.
II.    Persoalan pokok dan sasaran kampanye
Sejak tahun 1980 –an, kebijakan penyesuaian structural (Structural adjustment policies) yang dipaksakan oleh IMF dan bank dunia telah diterapkan oleh mayoritas negeri-negeri terbelakang. dalam lapangan pertanian dan pangan kebijakan berkisar pada apa yang oleh Bank dunia dijuluki sebagai paket kebijakan “ketahanan pangan berbasis pada perdagangan” (trade base food security) melalui prasyarat prasyarat yang memboncengi utang luar negeri, IMF dan Bank dunia memaksa negeri-negeri tersebut membuka pasar pertaniannya bagi produk impor yang murah.
Advokasi kebijakan untuk kedaulatan pangan harus menuntut dihentikannya segala persyaratan program penyesuaian structural terhadap apa yang disebut sebagai dokumen strategi pengurangan kemiskinan (proverty reduction strategy paper)  yang mendorong reform – reform ala neoliberal, yang pada akhirnya hanya untuk memaksimalkan keuntungan koorporasi-koorporasi sembari mengecam subsidi Negara terhadap produsen kecil sebagai tindakan yang menghancurkan serta menuntut privatisasi.
Mekanisme “perdagangan bebas”
Di bawah pengaruh WTO, kebijakan perdagangan telah menjadi perjanjian nasional yang mengikat yang harus dipatuhi bila tidak, maka harus bersiap-siap mendapat sanksi melalui mekanisme penyelesaian sengketa. Aturan kebijakan perdagangan ini memberi pengaruh pada sector pertanian dan pangan seperti aturan-aturan keramat yang dibuat WTO dalam Agreement on Agriculture (AoA).
Liberalis pertanian melalui WTO dan perjanjian-perjanjian perdagangan bebas lainnya memaksa pada produsen kecil dan menengah dinegeri-negeri terbelakang berhadap-hadapan dengan pesainnya didalam persaingan langsung didalam pasar dunia melawan para pesainnya. Karena itu kedaulatan pangan menurut WTO harus segera angkat kaki dari semua aspek system pertanian dan pangan ia harus digantikan dengan system perdagangan multilateral yang baru berbasis pada perdagangan yang adil dan kedaulatan rakyat atas pangan.
Pertanian koorporasi
Liberalisasi pertanian telah mengakibatkan terkonsolidasikannya tanah pertanian dan segenap Sumber daya ditangan para tuan tanah besar, perusahaan transnasional (TNC’s) juga melakukan perluasan control atas bagian lainnya dari system pangan, pasar, dan produksi pangan global.
III. Unsur-unsur Advokasi Kebijakan untuk Kedaulatan Pangan
Pendidikan dan jaringan
Konversi rakyat atas kedaulatan pangan selain menjadi instrument politik juga harus menjadi alat untuk mendidik rakyat tentang kedaulatan pangan. Document tersebut harus tersebarkan secara luas serta secara resmi harus dipresentasikan didalam pertemuan-pertemuan dan juga untuk keperluan penggalanagn dana. Program nasional mengenai kedaulatan pangan juga harus dirancang untuk menjadi sebuah platform politik untuk kepentingan kampanye dan pembangunan aliansi.

Lobi
Dalam diskusi kebijakan mengenai pembaharuan kebijakan pertanian dan pangan,  kedaulatan pangan harus menampilkan sebuah konsep alternative. Forum-forum legislative harus segera di organisasikan untuk memudhkan interaksi dan debat dengan pembuat kebijakan mengenai masalah pembaharuan.
Mobilisasi
Menggerakkan sector yang berbeda, khususnya kaum tani, nelayan tradisional, suku bangsa asli dan produsen pangan lainnya maupun kelompok konsumen diperlukan untuk melancarkan perlawanan terhadap kebijakan neoliberal yang mempengaruhi sector pertanian dan pangan.  tujuan utama mobilisasi ini adalah menuntut perubahan atas kebijakan yang sedang diterapkan dan atau untuk mengantisipasi ajuan lainnya.
Advokasi
Advokasi adalah tindakan atau proses membela sebuah perkara. Mengajak orang untuk bertindak dengan mengajukan saran-saran, memberikan dukungan, menentang atau mempertahankan gagasan-gagasan.
Advokasi kebijakan
Advokasi kebijakan adalah usah untuk memenangkan aspirasi atau kehendak public dalam sebuah kebijakan dengan berbagai strategi dan taktik yang terorganisir. Advokasi melibatkan pihak-pihak yang mendapat dampak kebijakan, menentang kebijakan, yang sedang berlaku serta menawarkan sejumlah alternative. Sasaran utama dari advokasi kebijakan adalah : 1) Legislatif. 2) Ekekutif. 3) lembaga-lembaga regulator. 4) peradilan.

Perbedaan antara advokasi dengan kampanye gerakkan massa
Capaian advokasi kebijakan adalah merubah kebijakan0kebijana yang sedang berlaku atau mengantsipasi ajuan kebijakan lainnya sembari mengajukan alternative kebijakan. Sementara itu, kampanye gerakan massa memiloiki skoup yang lebih luas yaiutu memecahkan persoalan-persoalan hokum dan kebijakan semata (tidak bergantung pada hukum dan kebijakan yang berlaku)
Tujuan advokasi
Tujuan jangka pendek;
1.      Untuk merombak hokum maupunregulasi
2.      Untuk memperoleh posisi politik secara relative
3.      Untuk meningkatkan rakyat atas sebuah persoalan
4.      Untuk mendapatkan pengalaman dan kekuatan initernal
Tujuan jangka panjang
1.      Untuk mempengaruhi  perubahan-perubahan secara berangsur-angsur didalam lembaga social
2.      Untuk mendapatkan posisi politik dan media yang lebih baik untuk perubahan social
3.      Meningkatkan kesadaran kritis rakyat untuk perubahan social
4.      Untuk membangun anasir-anasir demokrasi
Lima langkah pokok dalam kerja advokasi
1.      Mengidentifiaksi sasaran advoskasi
2.      Memutuskan media yang tepat digunakan untuk menjangkau sasaran
3.      Memebangun pesan yang jelas yang mereka mengerti
4.      Rebut hati dan pikirannya
5.      Mengubah atau membetulkan pradigma
Strategi-strategi dalam advokasi
1.      Pendidikan
Ø  Penelitian dan publikasi-publikasi
Ø  Berhubungan dengan organisasi-organisasi yang berbasis komunitas
Ø  Sesi forum pendidikan
2.      Proyeksi media
3.      Lobi
Ø  Menjalin hubungan dengan anggota parlemen dan pejabat pemerintah yang simpatik dan berbagi masalah organisasi
Ø  Dialog-dialog
Ø  Berpartisipasi dalam forum curah pendapat
4.      Jaringan
Ø  Membangun hubungan secara personal maupun organisasi
Ø  Tukar-menukar publikasi dan hasil penelitian
Ø  Mengumpulkan sumberdaya bersam untuk mendapatkan pengaruh yang lebih besar
5.      Aksi-aksi rakyat.
Ø  Negosiasi
Ø  Aksi-aksi protes